Persoalan memilih dan dipilih sebenarnya sih nggak sesulit menghafal al-Qur’an, tapi juga nggak semudahngghosob sandal di masjid pas jum’atan. Semuanya tergantung berat badan. Heuheuheu gak nyambung ya?
Menghafal al-Qur’an itu sulit en berat loh dulurr … apalagi bagi mahasiswa yang kuliah di UIN Malang ini dan kebetulan tempat tinggalnya di Mahad. Sungguh penuh dengan lika-liku belokan, tanjakan dan turunan.
Coba bayangkan …
Mahasiswa yang tinggal dimabna al-Faroby lantai tiga misalnya, untuk menuju kantor HTQ buat setoran, mesti melalui proses yang panjang dan berliku. Mulai turun dari kamarnya di lantai tiga terus jalan luruuus tapi nggak mulus lho, karena sesampainya digerbang Mahad, lah kok ada portal yang menghadang, kalo pun dia berhasil lolos dari portal itu, ternyata masih banyak jalan bercabang yang mengharuskan dia untuk memilih jalan mana yang harus dilewati. Mulai dari Bundaran Mastar, lek dia memilih jalur yang kekiri pasti akan berjumpa dengan pertigaan depan gedung Micro Teaching dan dilanjutkan dengan perempatan antara gedung Perpus, gedung Fakultas Saintek dan Fakultas Psikologi. Wuiihhh … sungguh petualangan yang mengasyikkan.
Tapi dulur … ini sih sakjane cobaan yang nggak begitu berat. Justru yang lebih berat adalah pas udah nyampek di kantor HTQ nya. Mengingat kantor itu terletak di lokasi yang strategis dan mendebarkan, yaitu ditengah-tengah peraduan para bidadari lhooo … lek dawuhnya mbah-mbah kita, cobaan mana lagi yang lebih berat bagi penghafal al-Qur’an selain pemandangan indah para bidadari beserta properti-propertinya?
Heuheuheu …
Aah … tapi maca’ ciiiihhh wanita sebegitu menakutkannya, kok sampai disebut-sebut sebagai cobaan dalam menghafal al-Qur’an? Pernah njagong dengan sufi penyair Jalaluddin ar-Rumi nggak? Dia pernah bilang bahwa Woman is a Ray of God, ini kalo diartikan dengan metode ngawur kan jadi gini: wanita adalah wajah Tuhan di dunia. Tulisan ‘Ray’ bacanya kan ‘rai’ dalam bahasa jawa, kalo di Indonesiakan artinya wajah.Mudeng nggak? Heuheuheu
Nah … kalo udah gitu, maka motivasi yang gimana lagi agar hidup ini menjadi lebih hidup kalo bukan karena wanita?? Gajah Mada menjadi sesangar itu ya karena dibelakangnya ada Dewi Gayatri, pak SBY juga kelihatan tegas karena memang dibelakangnya ada Sang Motivator yaitu bu Ani, bukan Mario Teguh lhooo … heuheuheu
Makanya itu saran saya buat dulur-dulur Qur’aner nggak usah lah terlalu takut pada wanita, apalagi dalam kehidupan berorganisasi. Niki Cuma saran nggehh … nggak direken juga nggak apa-apa.
Ah … terlepas dari itu semua, para penghafal al-Qur’an di UIN ini memang sangat menjiwai kutipan kalimat dari soundtracknya serial Kera Sakti, ingatkan? Yang ini loh: walau halangan rintangan membentang, tak jadi masalah dan tak jadi beban pikiran. Ini yang aku kagumi dari beliau Gus-Gus dan Ning-Ning HTQ.
Kok kayaknya ngglambyar yaa tulisanku ini? Yuuk kembali ke persoalan memilih dan dipilih.
Masih ingatkan beberapa hari yang lalu di HTQ ada pelaksanaan momen tersakral versi on the spot yaitu SYATA. Kok kayaknya dari awal acara sampai terakhir pemilu ada yang sedikit nggak beres dan kurang sesuai dengan aturan hukum yang ada di HTQ ya? Itu gimana menurut sampeyan semua, dosa apa nggak? Heuheuheu … Tapi dosa kan urusannya Tuhan, yang penting kita positif thingking saja mungkin panitianya udah sadar kalo dijaman sekarang ini aturan mana sih yang lebih benar dan terjamin kalo bukan dari al-Qur’an dan as-Sunnah? Lek cuma AD ART aja nggak usah terlalu patuh juga nggak apa-apa, yang penting patuhnya cuma ke aturan al-Qur’an, misalnya setiap acara diawali dengan Basmalah dan diakhiri denganHamdalah, insya Allah masuk surga. Heuheuheu ..
O iya … yuk ngrasani ketua HTQ kita yang baru. Gus Faiz ketua baru kita ini kalo dimahad tinggal dimabna apa ya? Ibnu Kholdun kalo nggak salah nggeh ... ini persis dengan ketua HTQ dua, tiga tahun yang lalu, yaitu Gus Alif dan Gus Manzil juga waktu menjabat tinggalnya dimabna ibnu Kholdun kayaknya. Kalo Gus Adiib tinggalnya nggak di ibnu Kholdun tapi di mabna al-Faroby.
Yuk kita analisis pake teori otak-atik gathuk, ibnu Kholdun itu kan letaknya di depan mabna Faroby, kalo dibalik, mabna Faroby letaknya dibelakang ibnu Kholdun. Tapi ini bukan berarti eranya Gus Adiib mengalami kemunduran loh gara-gara yang sebelumnya HTQ dipimpin Gus Alif yang tinggal di ibnu Kholdun berganti ke Gus Adiib yang tinggal di Faroby. Mungkin Gus Adiib lagi menerapkan salah satu dari teori kepemimpinan ala Ki Hajar Dewantara yaitu Tut Wuri Handayani. Penjelasannya bisa sampeyan cari dibuku-buku IPS kelas 4-5 SD.
Lah pemimpin yang sekarang ini, Gus Faiz kan tinggalnya di ibnu Kholdun, ini juga jangan kesusu-susudiartikan era Gus Faiz mengalami kemajuan, dari Faroby ke ibnu Kholdun. Jangan dulu … lah wong masih kemarin baru terpilih. Tragedi dari ibnu Kholdun ke Faroby dan kembali ke ibnu Kholdun lagi ini, mungkin masyarakat HTQ sudah mengerti dan berusaha menerapkan tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu hidup untuk kembali kepada Tuhan yang membuat kita hidup. Ini menurut teori otak-atik gathuk dan itu kan cuma persoalan tempat tinggal, jadi nggak usah terlalu dipersoalkan. Heuheuheu … terlepas dari teori itu, yang pasti kita harus optimis setiap pemimpin mempunyai niat baik untuk kemaslahatan dan kebaikan yang dipimpin. Remember!!!
Ngomong-ngomong soal kembali, kok kayaknya ditulisan ini banyak kata-kata ‘kembali’ yaa. Padahal aku nulisnya pake uang pas, harusnya kan nggak butuh banyak ‘kembalian’. Heuheheu … nggak nyambung lagi yaa?
Ya udaahh nggak apa-apa … pembaca yang dirahmati Allah nggak usah ikut bingung. O iya … Denger-denger besok senin udah mulai UAS ya? Yuuk … kita kembali nyinaoni buku catatan kita, siapa tau besok ada yang keluar waktu UAS, kan lumayan kalo dapat nilai A+
Heuheuheu …
16 Desember 2012
Kanjeng Sunan Ulil
anggota yang kadang aktif kadang nggak di HTQ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar